Sabtu, 05 November 2016

Luar Batang dan Istiqlal

Luar Batang dan Istiqlal
Oleh : Purna Trijaya Anggara Putra

Akhirnya pecah kan? Pernyataan yang sudah banyak berseliweran di timeline twitter dan beranda facebook hari ini. Sungguh kaget dan geram kepada mereka yang melakukannya. Kalau ditanya apakah saya kecewa atau tidak dangan tindakan mereka, maka saya akan jawab : iya. Namun, saya rasa saya harus menahan emosi sejenak dan berpikir jernih. Ada yang menggelitik di pikiran saya, dan sedikit saya pertanyakan, apakah ada Indomaret sekitar Monas? Bukankah Indomaret terdekat itu berada di stasiun Gambir? Lalu saya berpikir lagi dan memutar ulang video yang katanya perusakan dan penjarahan Indomaret itu hingga berulang kali, sampai akhirnya saya menemukan fakta bahwa aksi penjarahan dan pemberhentian mobil itu ternyata ada di daerah Luar Batang, bukan di sekitar area aksi.

Sungguh banyak opini yang muncul di media sosial akibat aksi penjarahan tersebut. Dikatakan bahwa mereka yang melakukan aksi penjarahan adalah juga para pelaku aksi 4 November 2016. Saya pun hampir termakan opini ini. Tapi, saya coba menahan diri sejenak. Lalu mulai mencari pelan-pelan sebenarnya di mana aksi 4 November kemarin itu terjadi dan di mana peristiwa penjarahan dilakukan. Seperti yang sudah kita lihat dan peroleh bersama-sama, informasi mengenai lokasi aksi dari media massa adalah berada di Masjid Istiqlal, Monas, istana kepresidenan dan sekitarnya.

Opini tinggallah opini namun janganlah hal ini sampai memecah-belah bangsa ini. Karena opini yang hanya setitik bisa merusak persaudaraan kita. Faktanya mereka yang melakukan aksi 4 November adalah mereka yang berada di Monas dan sekitarnya, sedang mereka yang menjarah adalah yang berada di daerah Luar Batang. Tak bisakah kita melihat fakta bahwa mereka yang melakukan penjarahan memang yang memiliki keinginan menjarah, bukan mereka yang turun dan ingin menggunakan hak mereka sebagai warga negara dengan menyuarakan keinginannya sesuai dengan undang-undang yang sudah diatur? Mereka yang turun bukanlah orang-orang yang bodoh, bukan juga yang tak tahu agama. Mereka yang turun adalah para ulama, hafidz, bahkan ada pula kalangan terpelajar seperti doktor, dan masih banyak lagi.

Sungguh berbahaya opini yang muncul di media saat ini. Semoga kita tidak termakan dengan opini ini, dan semoga kita bisa menahan diri agar tidak saling mencibir. Tapi bahu-membahu untuk mengembalikan ketenangan dan memperbaiki apa yang sudah terjadi. Karena sejatinya yang sudah terjadi biarlah terjadi, dan kini saatnya kita bangkit untuk membantu satu sama lain

4 November 2016

4 November 2016
oleh : Purna Trijaya Anggara Putra

4 November 2016. Sungguh awalnya saya dan sebagian orang di Indonesia berpikir itu hanyalah sebuah tanggal biasa, dimana di tanggal tersebut orang dewasa sibuk bekerja, mahasiswa sibuk kuliah, dan anak-anak sibuk sekolah. Namun pada tanggal tersebut nyatanya masyarakat Indonesia sedang menghadapi sebuah tantangan untuk menaikkan derajat keberbangsaan ke tingkat yang baru. Masyarakat Indonesia juga sedang diuji kesabarannya, diuji untuk lebih jeli dalam menerima informasi. 
Sebenarnya saya tak pandai berbicara dan tak pandai menanggapi, tapi semoga ini bisa menjadi refleksi kita bersama tentang apa yang terjadi pada tanggal 4 November 2016. 

Wahai saudara/i ku tak bolehkan mereka yang turun aksi kemarin menyuarakan apa yang digundahkan dalam hati mereka? Tak bolehkah mereka melakukan aksi yang bahkan diizinkan oleh konstitusi negara? Bukankah negara kita adalah negera demokrasi? Bukankah aksi tersebut juga bagian dari upaya berdemokrasi? 
Saya sedih ketika ada sebagian dari mereka yang tidak pro aksi memaksakan kehendaknya kepada orang yang pro aksi. Sayapun bertambah sedih melihat mereka yang pro aksi juga ikut memaksakan kehendaknya kepada orang yang tak ikut aksi.

Kita semua tahu dan menyaksikan aksi 4 Novembar 2016 dari SIANG sampai ISYA  berlangsung damai. Sungguh mereka yang melakukan aksi pun ingin tetap damai dan bertemu dengan sang Nomor Satu di negeri ini untuk menyampaikan apa yang mengganjal di hati mereka. Dan di sini, saya kecewa ketika mengetahui ada oknum yang memanas-manasi selama proses jalannya aksi, tetapi saya lebih sedih lagi karena melihat polisi yang tak bisa menahan diri dan akhirnya menembakkan gas air mata. Tak bisakah hanya ditahan dengan tameng saja? Bukankah tameng itu cukup kuat untuk menahan peluru? Yah mungkin "protol" atau apa, tapi peserta aksi bukanlah orang yang muda secara usia dan masih kuat fisiknya, kita semua tahu di sana ada orang yang sudah renta dan tentunya tak cukup baik dan sanggup menerima tembakan gas air mata.

Mungkin sebagian orang berkata, andai presiden begini dan andai presiden begitu pasti aksi tidak akan pecah. Namun saya tak mau berandai-andai. Bolehkah saya hanya ingin kecewa saja? Ketika para ulama dan sebagian umat islam datang dan ingin bertamu tak bisakah bapak yang langsung datang dan menjumpai mereka? Tidak bisakah bapak menyuruh orang lain untuk mewakili datang ke proyek? Bukankah bapak orang nomor satu di negeri ini? Tak percayakah bapak kepada bawahan bapak sehingga harus Bapak sendiri yang turun ke lapangan? Bukankah Bapak tahu dari jauh-jauh hari bahwa aksi akan dilakukan 4 November 2016? Yah, disini saya hanya bisa bertanya dan kecewa Pak. 

Ya Rabb.. kuatkanlah hamba dan berjuta-juta umat beragama di Indonesia agar bisa melewati satu dari miliyaran tantangan yang telah Kau tuliskan sehingga dapat menaikkan derajat Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi lagi... Aamiin

Gubernur dan Aksi

Gubernur dan Aksi
Oleh : Purna Trijaya Anggara Putra

    Ada yang kenal beliau? Yaaaa beliau cukup terkenal di kalangan warga NTB, Siapa lagi kalau bukan TGB Zainul Majdi. Beliau adalah salah seorang ulama sekaligus gubernur yg memimpin daerah yang bernama Nusa Tenggara Barat.

    Sebelumnya saya akan menanggapi aksi hari ini.  Sungguh banyak orang yang mencemooh atau menghina aksi hari ini. Tapi saya cukup katakan setiap Marhalah selalu ada RIJALnya. Hari ini Umat Islam bisa jadi sedang diuji ukhuwah islamiyahnya, bagaimana toleransi terhadap sesama Muslimnya, hari ini umat muslim sedang diuji oleh Allah SWT dengan peristiwa yg sangat besar.
Mari merenung sejenak, kita adalah umat yang sangat besar sungguh sangat besar hampir miliyaran, saya terkadang sedih melihat umat yang masih gaduh di luar sana antara mereka yang ikut demo dan tidak ikut demo.

    Saya sendiri tak berani menafsirkan Alqur'an karena penafsir alqur'an luar biasa sekali kualifikasinya, biarkanlah mereka semua yang sudah memiliki kapasitas yang menafsirkan, sedangkan kita sebaiknya mulai belajar diam dan tidak ikut memanasi. Sungguh mereka yang turun ke jalan tidaklah bodoh, tidaklah tersulut  amarahnya. Mereka yang turun ke jalan dengan sadar menginginkan adanya reaksi para petinggi di sana dengan melihat warga yang menyuarakan suaranya tentang apa yang mereka rasakan. Bukankah ini negara demokrasi? Biarkan mereka menggunakan hak demokrasinya karena mereka juga warga yang dilindungi oleh demokrasi. Hargai mereka yang menggunakan haknya, janganlah mencibir mereka.

       Sungguh saya hanya menginginkan persatuan karena negara ini adalah negara yang satu, apabila ada dari mereka yang tak ikut aksi hari ini biarkanlah mereka karena mereka menggunakan hak mereka janganlah juga mencibir mereka sehingga menciderai kebersamaan kita karena mereka juga kita ada. Mereka berbeda maka itulah hak mereka untuk tenang janganlah ada perdebatan karena negeri ini sudah cukup panas dan keras dengan debat disana sini.

       Ya Rasulullah saya dan ribuan pengikutmu saat ini merindumu, kami rindu berjuang bersamamu.  Semoga mereka selamat yang melakukan aksi hari ini dan sehatkanlah jiwa raga mereka  yang tak ikut aksi hari ini #belaAlqur'an #brotherhood #Aksi4november